Tautan Emosi dan Pikiranku

Pendidikan

Mungkin Saatnya Kita Meniru Semar

Apalah arti sebuah gelar dan kepintaran jika tidak bisa menjadi pelayan yang baik bagi masyarakat

Apalah arti kharisma dan kemuliaan jika tidak bisa menjadi amal baik untuk kehidupan akhirat

Mungkin saat ini sebagian kita banyak yang lupa bahwa sejatinya hidup adalah sebagai pelayan. Pelayan bagi diri sendiri, orang-orang sekitar dan masyarakat pada umumnya.

Seorang penjual nasi pecel rela bangun sebelum subuh demi melayani para pekerja yang berangkat pagi buta. Penjual itu rela kedinginan mempersiapkan segala macam pernak-pernik masakan demi orang-orang yang membutuhkan sarapan.

Seorang pencari rumput rela kulitnya gatal-gatal demi mendapatkan rumput terbaik demi hewan ternaknya. Pencari rumput itu memberikan makan sapi-sapinya dengan sepenuh hati agar peliharaannya menjadi gemuk dan kelak dagingnya bisa bermanfaat untuk orang banyak.

Seorang polisi, seorang jendral, seorang presiden, seorang anggota dewan, wartawan, redaktur, politisi, jaksa, hakim dan banyak profesi lainnya sejatinya adalah pelayan. Mereka pelayan bagi masyarakat yang memberikan amanat baginya. Yah, baginya. Kata “baginya” adalah bentuk kepercayaan masyarakat yang lekat dan tidak main-main. Wujud dari sebuah harapan dan titipan yang tidak layak untuk dipermainkan. Sungguh tidak dapat dipermainkan.

Saat ini rasanya banyak orang sudah mulai bosan menjadi pelayan. Rakyat sudah mulai bosan menjadi rakyat karena para pelayannya tidak bisa diharapkan lagi. Pejabat sudah mulai bosan menjadi pejabat. Pejabat plesiran kemana-mana sedang rakyat sebagai majikannya menderita. Yang lebih aneh dari semua adalah ada tukang garong duit majikan, sudah ditahan masih bisa melenggang nonton sebuah pertandingan, padahal pertandingan itu digelar bermil-mil jauhnya dari tempatnya ditahan.

Mungkin memang sudah waktunya nilai-nilai filosofi hilang entah kemana. Kita tidak bisa lagi membedakan mana majikan, mana pelayan. Mana yang harus dilayani dan mana yang harus melayani. Rasanya kita memang sudah terlalu naif, melihat segala kemungkaran malah kita menjadi bagian dari kemungkaran itu. Kita melihat berbagai penyimpangan, tapi diam-diam kita yang menyuburkannya. Kita teriak-teriak berlagak seperti majikan padahal sebenarnya kitalah pelayan itu. Aneh memang, dunia yang sudah carut-marut didepan mata seperti ini masih kita biarkan. Kita hanya bisa omong kosong besar kepala. Tangan kita kepal dengan gerutuan sekeras suara kereta lewat, namun ketika kita ketiban senyum dari para pesohor negeri ini kita menjadi mabuk kepayang.

Bumi gelisah, mendung hitam pekat, awan yang biasanya putih sudah tidak mau kompromi lagi. Laut begemuruh seperti ingin berlomba menyiram tanah yang sudah terasa panas oleh pendosa. Kolong langit sudah tidak bisa lagi membedakan mana pendosa mana pelaku amal baik karena semua memang sudah tidak bisa dibedakan lagi.

Mungkin sudah waktunya kita kembali kepada filosofi hidup kita masing-masing. Hidup sebagai bagian dari alam, yang ikut menjaga, merawat dan memanen dengan baik, tanpa keserakahan, tanpa kemunafikan. Mengaku bahwa kita semua adalah pelayan yang mempunyai peran dan tugas masing-masing.

Mungkin sudah saatnya kita meniru Semar. Semar adalah seorang kawula yang kharismatik. Seorang pelayan yang wujudnya sangat bersahaja. Semar bisa menjadi pengayom yang menyejukkan. Tidak pernah berteriak untuk memberi perintah tetapi memberikan konsekuensi dari nasehatnya.

Semar selalu meletakkan tangan kanannya menunjuk keatas bukti atas ketundukan kepada Tuhan, sedang tangan kirinya kebelakang sebagai petunjuk untuk menghormati dan berpasrah total kepada segala yang sudah diberikan oleh yang maha tunggal, sekaligus sebagai penunjuk bagi simbol keilmuan yang rendah hati, netral dan simpatik.

Semar sebagai pelayan ummat yang melayani tanpa pamrih dengan berpatokan amal baik sebagai amanat yang diberikan oleh yang maha kuasa.

Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua

Tidak seperti kita yang kadang muka sudah keriput namun kelakuan masih seperti kanak-kanak.

 

Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan

Kita kadang sering kebanyakan tertawa dan mentertawai tapi tidak pernah menangis. Padahal menangis bisa melembutkan hati yang keras dan bernoda.

 

Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa

Sebaliknya kita berwajah tanpa dosa dengan mulut tanpa ekspresi, sedangkan hati kita tertawa terbahak-bahak melihat orang lain bersedih

 

Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok

Kita selalu sering berdiri tegap, tidak pernah berusaha berlutut didepan yang maha kuasa sehingga kaki kita kaku, badan kita menjadi angkuh, tidak seperti semar yang bisa menunjukkan dirinya antara kekuatan fisik dengan ketundukan kepada Tuhan dengan sikap jongkok.

 

Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya

Kita kadang terlalu banyak menyuruh ini itu, sedangkan kita tidak pernah menyadari akan konsekuensi dari apa yang kita perintahkan. Kita tidak bisa menggunakan bahasa diplomatis yang lembut namun memberikan kekuatan untuk mereka yang merasa bersalah. Semar begitu bersahaja, namun sangat dihormati karena bisa menempatkan dirinya sebagai pelayan bagi masyarakat sekaligus sebagai contoh bagi perilaku yang arif dan bijaksana.


Mengatasi Pengangguran Ala Hitler

Hitler memang dikenal karena kesadisannya dalam upaya pelenyapan ras yahudi. Dalam sejarah pasca perang dunia I, Jerman mengalami kebangkrutan total akibat perang. Dalam masa-masa itu jerman akan menuju puncak hiperinflasi yang akan membuat negaranya bertambah hancur. Akan tetapi karena keberanian hitler, Jerman bangkit kembali dari resesi dan melambungkan nama hitler di puncak karirnya sebagai pemimpin.

Saat itu pengangguran meningkat dan kebutuhan pokok mulai melambung tinggi. Jerman harus menghidupi rakyatnya dengan uang, akan tetapi tanpa hutang ke negara lain tidaklah mungkin uang itu bisa didapat. Karena tabungan negara sudah tidak ada lagi, ladang dan sawah serta poperti-properti sudah dimiliki para bankir. Maka disaat-saat genting itulah hitler memberanikan untuk mencetak uang sendiri. Dia meniru apa yang pernah dilakukan Abraham Lincoln yang pernah menerbitkan “greenback.” Hitler tidak mau menjadi budak dari bankir dan negara lain karena hutang.

Program yang dirancang hitler adalah mencetak uang tanpa backing emas dan hutang. Hitler berpendapat bahwa nilai dari uang yang akan dicetak akan senilai dengan barang dan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Nilai dari proyek itu diperkirakan akan bernilai kurang lebih 1 miliar mata uang baru. Uang itu diberi nama Labor Treasury Certificate.

Proyek-proyek utamanya adalah pembuatan jembatan, kanal-kanal, perumahan umum, tempat-tempat pelayanan publik, konstruksi-konstrusi bangunan baru dan pelabuhan. Jutaan orang dikerahkan sehingga pengangguran mulai teratasi. Orang-orang yang bekerja dibiayai oleh negara dari uang yang dicetaknya sendiri tanpa backing emas dan hutang melainkan oleh sesuatu yang memiliki nilai, yaitu tenaga kerja dan material yang diberikan kepada pemerintah. Hitler berkata,“Untuk setiap Mark yang kami cetak kami mewajibkan pekerjaan ataupun barang produksi dengan nilai yang setara.”.

Orang-orang yang menerima bayaran akan menggunakan sertifikat itu untuk membeli konsumsi dan kebutuhan, sehingga ekonomi dapat berjalan.

Hanya dalam waktu 2 tahun jerman dapat mengatasi pengangguran dan dapat berdiri dengan kaki sendiri tanpa emas dan tanpa hutang.

Namun langkah yang diambil hitler bukan tanpa resiko. Teori inggris menganggap bahwa tidak akan mungkin menerbitkan uang tanpa backing emas. Dan itulah yang membuat para bankir harus menyingkirkan hitler agar eropa kembali kepada kekuasaan bankir.

Bagaimana dengan Indonesia saat ini ?

Semakin menjamurnya pengangguran di Indonesia adalah sebuah fenomena yang tak gampang diatasi. Walaupun hitler dikenal dengan segala hal negatif tentang dirinya tetapi tetap ada sisi baik dalam diri manusia. Langkah yang pernah diambil hitler bisa dijadikan pelajaran bagi pemerinta bahwa demi rakyatnya, pemerintah harus mempunyai keberanian dan ketegasan untuk mengambil tindakan nyata. Jaman sekarang tidak mungkin sebuah negara bisa berdiri tanpa hutang, karena hutang sudah menjadi hal lumrah dalam sebuah sistem ekonomi global.

Tingkat pengangguran tahun 2008 saja (menurut Badan Pusat Statistik) per Agustus 2008 mencapai 9,39 juta jiwa atau 8,39 persen dari total angkatan kerja. Itu adalah yang tercatat melalui survei yang dilakukan di departemen tenaga kerja. Jika dilihat kenyataan bahwa tidak semua para pencari kerja juga melalui departemen tenaga kerja, tentu angkanya menjadi lebih besar.

Yang perlu dilakukan pemerintah adalah menyediakan lapangan kerja sebesar-besarnya dengan upah yang diambil dari negara. Caranya dengan meminimalkan pajak bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah sedangkan untuk perusahaan-perusahan yang terbukti kuat dan besar pemerintah harus berani menarik pajak lebih besar.

Masalah pengangguran adalah masalah yang sangat krusial dan menjadi ukuran seberapa makmurnya sebuah negara. Sedangkan hutang negara kepada negara lain adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari bagi negara yang masih berstatus sebagai negara dengan tingkat kemiskinan tinggi seperti Indonesia.

Hutang dan pengangguran adalah dua kata yang harus ditekan sekecil mungkin agar sebuah negara berdiri tidak hanya menjadi budak bagi negara lain. Mungkin anak cucu kita nanti tidak akan bisa hidup tenang sebelum mereka keluar dari budak negara lain.“Orang kaya berkuasa atas orang miskin; orang yang berhutang adalah budak dari yang menghutangi.” amsal 22:7


Akad, Penentu Halal Tidaknya Sebuah Transaksi

Teringat perkataan seorang dosen dan pegawai di salah satu perusahaan konsultan bank di Jakarta. Saat itu saya ikut bekerja sebagai tukang entry data lamaran para calon karyawan di sebuah bank di Kalimantan Timur.

Seorang wanita-kebetulan punya hubungan saudara dengan salah satu pegawai konsultan bank itu-bertanya kepada dosen yang menjadi atasan saya tadi. “apa yang membedakan transaksi syariah dengan transaksi biasa (maksudnya seperti transaksi di bank-bank konvensional) toh keduanya sama-sama mengeluarkan uang yang sama ?”.

Wanita itu kemudian memberikan contoh; seorang yang ingin memiliki mobil yang diambil dari sebuah bank konvensional dengan harga Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dengan cara kredit/cicilan. Karena di bank konvensional, maka pasti menggunakan sistem bunga, sehingga orang itu harus membayar cicilan dengan bunga 7%  dengan total yang harus dibayar 2.500.000 per bulan selama 90 bulan. Maka dalam waktu 90 bulan orang itu harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 225.000.000,- (sudah termasuk bunga), berdasarkan hitungan kasar (tanpa kalkulator). Kemudian orang kedua juga ingin memiliki mobil dengan harga yang sama tetapi mengambil dari bank syari’ah dengan harga Rp. 150.000.000,- total yang harus dikeluarkan per bulan juga sama 2.500.000, Sehingga dia juga harus mengeluarkan uang sama dengan orang pertama yaitu 225.000.000. Wanita itu kemudian melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, apa bedanya, toh keduanya mengeluarkan uang yang sama besarnya. Maka dengan enteng dosen tadi menjawab “karena akad”.

Seperti di ketahui, dalam sistem bank konvensional yang dikenal adalah sistem bunga. Sedangkan di bank syariah sistem bunga tidak dikenal melainkan menggunakan sistem bagi hasil (mudharabah). Kasus yang dicontohkan wanita diatas adalah dua kasus berbeda. Orang pertama mendapatkan mobil dengan cara membeli dengan perantaraan bank sebagai tempat pinjaman, maka dia dikenakan bunga. Sedangkan pada kasus kedua, mekanisme untuk mendapatkan mobil adalah dengan perjanjian jual beli. Dalam hal ini bank sebagai instansi yang memiliki uang membelikan orang yang bersangkutan sebuah mobil, kemudian orang itu membelinya dari bank dengan sistem cicilan. Maka bisa dikatakan, orang kedua mendapatkan mobil dengan cara membeli kepada bank. Karena bank telah mengeluarkan uang terlebih dahulu untuk membelikan mobil, maka bank mengambil untung dari hasil jualan mobil kepada orang yang bersangkutan. Jadi akad (perjanjiannya) adalah ambil untung, bukan bunga.

Lalu, wanita diatas masih penasaran dan menyanyakan, apa bedanya, sedangkan kedua sistem diatas sama-sama mengeluarkan uang yang sama?. Dosen itu lalu memberikan contoh dengan sangat sederhana. “Ada seorang pasangan laki-laki dan perempuan pada tanggal 15 melakukan hubungan intim, kemudian tanggal 16 dia menikah dengan mengucapkan akad (ijab kabul) di depan penghulu. Tanggal 17 kedua pasangan itu melakukan hubungan intim lagi. Dan taukah anda jika kedua pasangan itu ditanya tentang hubungan intim itu, pasti dia akan mengatakan keduanya sama-sama enak. Bedanya hubungan pertama dilakukan sebelum ijab sehingga hukumnya zina dan haram, sedangkan hubungan kedua dilakukan setelah ijab maka hukumnya adalah ibadah dan halal”. Maka wanita itupun manggut-manggut dan tentunya saya juga, pertanda sudah mengerti tentang pentingnya sebuah perjanjian atau umum disebut sebagai “akad”.

Walaupun kedua orang diatas telah memiliki mobil dengan mengeluarkan biaya yang sama, akan tetapi transaksi yang dilakukan keduanya jelas berbeda, akad orang pertama adalah dengan meminjam sedang akad orang kedua adalah membeli. Begitu pentingnya kata akad yang mendasari halal tidaknya sebuah transaksi sehingga seorang laki-laki diperbolehkan menikah dengan seorang perempuan hanya dengan maskawin sebuah cincin dari besi kawat asal harus ada akad (ijab kabul).


Mengintip Perilaku Anak Ketika Sedang Online

Mengintip user yang sedang aktif (gambar diambil dari warnet salah satu teman saya./dok. pribadi)

Bagi orang tua yang berstatus ekonomi golongan menengah keatas (bisa juga disebut; mampu). Memasang internet sendiri di rumah bukanlah hal berat, bahkan memungkinkan untuk sharing koneksi sesama anggota keluarga, misalnya dengan anak di kamar pribadi.

Tapi bukan hal mudah mengawasi terus menerus perilaku anak yang sedang online di kamarnya sendiri. Bisa-bisa anak akan terjerumus ke lembah “bahaya” internet yang tidak ada batasnya itu. Melihat manfaatnya yang besar dari internet, sangat sayang juga jika anak tidak diberi kesempatan mengambil manfaat untuk tujuan pendidikan anak itu sendiri.

Selain upaya orang tua yang ingin membentengi si anak dengan cara memblokir situs-situs yang tidak layak diakses olehnya, alangkah lebih baiknya jika orang tua ikut menemani si anak ketika sedang online. Tapi tak mungkin kan menemani dia terus-menerus ? nanti orang tua dibilang oleh anaknya gak gaul, “masak orang lagi chatting atau lagi nulis di wall temannya sambil di pelototin orang tua ? ah, papa payah nih…”

Tapi jangan khawatir, selalu ada solusi dari setiap masalah.

Saya ingin memberikan sedikit tips bagi para orang tua diatas. Boleh juga diterapkan di perusahaan-perusahaan, jika sang manajer ingin melihat tingkah polah pegawainya saat sedang online. Atau bisa juga diterapkan di sekolah-sekolah yang memiliki laboratorium komputer/internet. Yaitu dengan memasang program NetOp School. Masalah ada tidaknya pelanggaran HAM karena melanggar privasi pengguna internet, nanti bisa dibicarakan oleh yang ahli. Untuk sekarang yang penting si anak kita selamatkan dahulu.

Memang program ini tidak gratis. Silahkan di cek sendiri di situs aslinya disini. Atau anda bisa mendownload dulu versi trialnya selama 30 hari.

Atau jika kesulitan mendownload versi trial, silahkan download di link ini. Tapi maaf, ini hanya untuk percobaan. Untuk program aslinya silahkan anda membeli pada situs resminya, saya tidak menyarankan anda menggunakan program bajakan.

Cara pasang (instal) Netop

  1. Program netop school ada dua yaitu NetOp Teacher dan NetOp Student. NetOp teacher untuk server (berlaku sebagai pengawas), sedang NetOp Student untuk client (target yang diintip/diawasi).
  2. Instal netop teacher di komputer orang tua (server) seperti program-program komputer pada umumnya dengan meng-klik dua kali pada program.
  3. Setelah terinstal lakukan konfigurasi seperti gambar dibawah.

    setup wizard

    nama server (dok. pribadi)

    next

    no register

  4. Setelah selesai klik finish

Sedangkan untuk menginstal NetOp Student hampir sama dengan netop teacher, hanya sedikit perbedaan di bagian konfigurasi. Tentunya, NetOp student dipasang di komputer target (anak kita sebagai client). Berikut cara konfigurasinya :

  1. Setelah netop terinstal, silahkan konfigurasi seperti gambar berikut :

    setup wizard

    next saja (dok. pribadi)

    nama sama dengan server

    no register juga (dok. pribadi)

  2. Setelah selesai klik finish.

Untuk mengetes hasilnya silahkan aktifkan kedua komputer satu (teacher) dan komputer dua (student). Buka program Netop Teacher dari komputer anda, segera dengan otomatis netop komputer anak akan bergabung dengan komputer teacher, tentu saja tanpa sepengetahuan anak.

Program NetOp School ini tidak hanya digunakan untuk “memata-matai” target, tapi untuk sebuah jaringan yang besar (semisal di perusahaan) program ini sangat cocok juga untuk maintenence komputer client karena kita tidak perlu repot-repot berjalan ke komputer client hanya untuk menginstal sebuah program baru, misalnya.

Selamat mencoba. Semoga bermanfaat.

Catatan : Dengan segala hormat, tulisan diatas hanya sekedar informasi, tidak ada anjuran sedikitpun untuk melakukan pembajakan sebuah program.


Jihad Itu…Ya Bekerja Keras!

gambar diambil dari google

Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam keadaan susah payah.” (QS Al Balad: 4)

Era sekarang adalah era dimana terorisme menjadi ancaman serius yang merusak sendi-sendi agama dan kemanusiaan. Terorisme telah menjadi sedemikian kronis sebagai penyakit yang menggerogoti nilai-nilai Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, Agama yang mengajarkan kasih sayang kepada sesama. Agama yang saya anut sejak saya dilahirkan.

Saya sendiri kadang malu karena tidak bisa berbuat banyak terhadap saudara-saudara saya semuslim yang terlanjur mempunyai paham – apa yang dikatakan orang – sebagai terorisme itu.

Fanatisme Bukanlah Agama

Agaknya ungkapan diatas bukanlah omong kosong. Fanatisme adalah bentuk mencintai sesuatu secara berlebihan yang terang-terangan dilarang oleh Allah. Allah adalah dzat yang sangat pencemburu. Dia tidak mau disamakan dengan apapun bahkan dalam urusan cinta sekalipun. Tidak boleh makhluq mencintai makhluq secara berlebihan. Paham terorisme adalah paham dimana mereka menganggap telah mencintai agama dan Tuhannya sepenuh hati. Padahal pada kenyataannya mereka sebenarnya hanya menginginkan masuk surga. Mereka sangat mencintai dan rindu secara berlebihan kepada surga, kepada bidadari-bidadari penghuni surga yang pada hakikatnya adalah sebagai makhluk yang diciptakan Allah. Ya, surga adalah makhluq (yang diciptakan Allah), bukan khaliq (dzat yang menciptakan).

Begitu pun sebaliknya, Allah sangat melarang membenci sesuatu secara berlebihan. “…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS Al-Maidah, 5:8).

Apa yang Harus Dilakukan ?

Tetap yang harus kita lakukan adalah berjihad dalam arti bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu karena Allah, bukan karena yang lain. Jihad dalam bahasa arab berasal dari kata “jahada” yang artinya bersungguh-sungguh. Banyak uraian kata yang berasal dari kata jahada ini, seperti mujahid, ijtihad, mujtahid, mujahadah dan lain sebagainya. Saya tidak akan membahas panjang lebar tentang kata-kata tersebut karena saya hanya ingin menjelaskan tentang jihad saja.

Jihad yang sesungguhnya dan sangat berat adalah bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Orang yang bersungguh-sungguh dalam bekerja keras akan mendapatkan tempat yang tinggi disisi Allah, tidak hanya surga. Bahkan kenikmatan langsung dapat melihat Allah akan didapatkan bagi orang-orang yang bekerja keras dalam memenuhi nafkah hidupnya. Karena hakikat bekerja keras adalah beribadah kepada Allah. “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. Manusia tidak akan mampu beribadah jika kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi, maka bekerja keras adalah hukumnya wajib.

Adalah hal biasa jika dalam kehidupan ini ada senang ada sedih, ada susah ada gembira. Itulah kenapa Allah menciptakan manusia dalam keadaan susah dan payah, agar manusia mau beribadah dan tunduk kepada-Nya. Caranya yaitu dengan bekerja keras semampunya mencari ridha Allah dengan jalan yang baik dan benar, bukan dengan menghalalkan segala cara bahkan menghalalkan darah saudaranya sendiri.


Faktanya Pendidikan Memang Tidak Mungkin Gratis

bukutkomik2Sekolah mungkin saja bisa gratis, tapi pendidikan tidak mungkin gratis. Fakta membuktikan bahwa pendidikan memang membutuhkan biaya yang sangat besar jika ingin mendapatkan mutu pendidikan yang bagus. Menurut saya slogan yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah tentang pendidikan gratis atau sekolah gratis akan membawa dampak yang sangat tidak baik di masa depan. Logikanya, (more…)